![]() |
HISTORY – Kisah cinta beda agama menjadi topik hangat yang selalu ramai diperbincangkan dewasa ini. Muda-mudi bilang, “temboknya terlalu tinggi” untuk bisa dihadapi. Sukar, bahkan tak sedikit yang putus harapan.
Kisah cinta beda agama memang merupakan kasus yang rumit. Seberat apa pun masalah yang dihadapi, itu mungkin bisa ditangani. Namun, jika menyangkut masalah keyakinan dan keimanan, tentu itu menjadi hal yang berbeda.
Ternyata, kisah cinta beda agama ini juga pernah terjadi 1400-an tahun yang lalu. Putri tercinta Rasulullah SAW, Zainab binti Muhammad harus dihadapkan pada persoalan ini. Kisah yang mengharukan antara akidah dan cinta. Tidak hanya kisah cintanya saja, tetapi juga akhlak, segala kesulitan yang dihadapi, serta semua kisah tentangnya sangat menyayat hati.
Seperti apa sebenarnya sosok Zainab binti Muhammad dan bagaimana kisah cinta beda agama yang dialaminya itu? Berikut penjelasannya.
Siapa itu Zainab binti Muhammad?
Nama lengkapnya adalah Zainab binti Muhammad bin Abdullah. Ia merupakan putri tertua dari pernikahan Rasulullah SAW bersama Khadijah RA. Zainab lahir 10 tahun sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul. Ketika itu, Nabi SAW berusia 30 tahun.
Zainab binti Muhammad dikenal sebagai pribadi yang baik dan dewasa. Ia merupakan sosok teladan yang bisa membimbing adik-adiknya. Sebagai anak tertua, selain mengasuh adik-adik, ia juga sering membantu pekerjaan rumah ibunda Khadijah RA.
Bagaimana Kehidupan Pernikahan Zainab binti Muhammad?
Menginjak usia remaja, Zainab binti Muhammad dipinang oleh seorang pemuda yang merupakan sepupunya sendiri. Ia adalah Abu al-As bin ar-Rabi’ putra Halah binti Khuwailid, saudari dari Khadijah RA.
Abu al-As adalah pemuda terhormat di kalangan masyarakat Makkah. Ia adalah sosok yang loyal terhadap kaumnya, sebagaimana orang Arab Makkah pada umumnya. Ia juga merupakan seorang pebisnis yang sering melakukan perjalanan dagang ke berbagai tempat.
Kepribadian Abu al-As tidak hanya baik di kalangan masyarakat saja. Di dalam rumah, ia selalu berperilaku baik kepada istrinya, Zainab binti Muhammad. Ia sangat memuliakan dan mencintai istrinya, begitu pun sebaliknya.
Selama pernikahannya, Zainab dan Abu al-Ash dikaruniai dua orang anak yaitu Ali dan Umama. Namun, Ali wafat ketika masih kecil. Rasulullah SAW sangat mencintai Umama dan sering bermain dengannya. Rasulullah SAW juga pernah menggendongnya ketika salat. Hal ini diceritakan dalam sebuah hadis yang dikutip dari Ilmu Islam.
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ سُلَيْمٍ حَدَّثَنَا أَبُو قَتَادَةَ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ عَلَى عَاتِقِهِ فَصَلَّى فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَ وَإِذَا رَفَعَ رَفَعَهَا
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Walid] telah menceritakan kepada kami [Al Laits] telah menceritakan kepada kami [Sa'id Al Maqburi] telah menceritakan kepada kami ['Amru bin Sulaim] telah menceritakan kepada kami [Abu Qatadah] dia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar menemui kami, sementara Umamah binti Abu Al-Ash berada di pundak beliau, kemudian beliau mengerjakan shalat, apabila hendak ruku' beliau meletakkannya dan apabila bangkit dari ruku beliau pun mengangkatnya kembali." (H.R. Bukhari No. 5537)
Bagaimana Kisah Cinta Beda Agama Putri Nabi?
Pada suatu waktu, ketika Abu al-Ash sedang melakukan perjalanan dagang ke Syam, Rasulullah SAW menyeru penduduk Makkah untuk memeluk Islam. Mendengar hal itu, Zainab langsung beriman sebagaimana keluarga yang lain.
Ketika Abu al-Ash pulang dari perjalanan tersebut, Zainab langsung menceritakan apa yang terjadi dan mengajak suaminya untuk memeluk Islam. Namun, siapa sangka bahwa respon dari suami tercintanya itu ternyata berbeda. Abu al-Ash menolak untuk masuk Islam. Zainab tentu merasa sedih akan hal itu. Namun, ia tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa mendoakan suaminya agar bisa segera mendapat hidayah.
Abu al-Ash mengatakan bahwa ia tidak ingin disangka meninggalkan kaum dan kepercayaannya terdahulu hanya karena mengikuti keinginan istrinya. Meskipun demikian, Abu al-Ash tidak memusuhi Rasulullah SAW dan meyakini bahwa Rasulullah SAW merupakan sosok mulia yang sangat dihormati.
Penolakan Abu al-Ash untuk memeluk Islam juga tidak menjadikannya memusuhi atau menceraikan istrinya—sebagaimana yang dilakukan anak-anak Abu Lahab terhadap Ruqayyah binti Muhammad dan Ummu Kultsum binti Muhammad. Abu al-Ash masih mencintai dan menjaga Zainab dengan baik.
Baca Juga: Mengenal Putri-Putri Rasulullah: Para Wanita Tangguh Kesayangan Nabi
Peristiwa Perang Badar dan Kisah Harta Tebusan Kalung Khadijah
Memasuki tahun kedua setelah peristiwa hijrah, terjadi perang antara kaum muslim dengan pasukan kafir Makkah. Perang itu sangat terkenal dan terjadi di bulan suci Ramadan, Badar.
Siapa sangka bahwa perang antara 313 pasukan muslim melawan 1.000 pasukan Quraisy ini menyimpan kisah yang mengharukan. Perang Badar pernah menjadi saksi bertemunya mertua dan menantu dari kubu yang berlawanan.
Zainab binti Muhammad merupakan sosok anak yang sangat mencintai ayahnya dan istri yang taat terhadap suaminya. Saat peristiwa perang pertama umat Islam itu, ia harus menghadapi fakta bahwa sang ayah dan suaminya harus saling berhadapan di medan perang. Kejadian ini tentu sangat membuatnya sedih.
Dr. Omar Suleiman dalam ceramahnya mengatakan bahwa keikutsertaan Abu al-Ash dalam Perang Badar merupakan sebuah keterpaksaan oleh kaumnya. Dia juga tidak membunuh siapa pun hingga akhirnya menjadi tawanan perang.
Ditahannya Abu al-Ash sebagai tawanan perang tentu menjadi pukulan yang hebat bagi Zainab. Terlebih lagi, keluarga suami pun menyalahkannya atas kejadian itu. Mereka mengatakan bahwa ditangkapnya Abu al-Ash adalah karena ayah Zainab, yaitu Rasulullah SAW.
Setelah itu, Zainab menebus sang suami dengan kalung pemberian dari Khadijah RA. Harta tebusan itu kemudian dibawa oleh saudara Abu al-Ash ke Madinah.
Melihat kalung tersebut digunakan sebagai harta tebusan, Rasulullah SAW kemudian merasa sedih. Para sahabat kemudian sepakat untuk membebaskan Abu al-Ash tanpa tebusan. Rasulullah SAW pun mengembalikan kalung tersebut dan meminta agar Abu al-Ash memulangkan Zainab kepada Rasulullah SAW. Hal ini dikarenakan pada saat itu telah turun ayat yang melarang wanita muslim menikah dengan laki-laki musyrik.
Setelah pulang kembali ke Makkah, Abu al-Ash menyampaikan apa yang Rasulullah SAW pinta kepada sang istri. Karena telah turun wahyu, maka Zainab pun pergi ke Madinah dan berpisah dengan suami tercintanya.
Di tengah perjalanan menuju Madinah, beberapa orang Quraisy mengganggu dan mencelakai Zainab hingga akhirnya dia mengalami cedera yang berkepanjangan. Zainab juga harus kehilangan bayi yang sedang dikandungnya ketika itu.
Pertemuan Kembali Zainab dengan Abu al-Ash
Setelah sampai di Madinah, Zainab binti Muhammad memutuskan untuk tidak menikah lagi dan menjanda selama enam tahun lamanya. Abu al-Ash juga melakukan hal yang sama di Makkah, bahkan keluarganya mengatakan akan mencarikan gadis lain untuknya. Namun ia menolak.
Pada suatu waktu, Abu al-Ash melakukan perjalanan dagang ke Syam bersama kafilah dagang Quraisy. Di tengah perjalanan, mereka dicegat oleh pasukan muslim yang dipimpin Zaid bin Haritsah.
Abu al-Ash berhasil kabur dan memasuki kota Madinah. Dia datang ke rumah Zainab dan meminta perlindungan kepadanya. Zainab pun memberikan perlindungan kepada mantan suaminya itu.
Ketika Rasulullah SAW dan para sahabat telah selesai salat subuh, Zainab datang dan berkata, “Sesungguhnya Abu al-Ash ar-Rabi ada dalam perlindunganku.” Rasulullah SAW kemudian berkata, “Wahai orang-orang apakah kalian mendengar seperti apa yang aku dengar tadi?” Para sahabat pun menjawab, “Ya kami mendengarnya wahai Rasulullah.”
Rasulullah SAW melanjutkan, “Demi jiwaku yang berada di bawah kekuasaan-Nya, aku tidak mengetahui sedikitpun tentang apa yang kita dengar, kecuali aku mendengarnya seperti kalian baru saja mendengarnya.”
Rasulullah SAW kemudian memerintahkan kepada Zainab agar Abu al-Ash untuk tidak menyentuhnya dikarenakan ia tidak lagi halal untuknya.
Selama mendapat perlindungan, Abu al-Ash merasa terkesan dengan kehidupan di Madinah. Ketika itu, hatinya mulai terketuk oleh cahaya Islam. Namun, dia memutuskan untuk menunda mengucapkan kalimat syahadat di Madinah. Hal itu karena dia tidak ingin dianggap masuk Islam karena menjadi tawanan atau karena tekanan.
Kemudian, Zainab meminta kepada Rasulullah SAW agar mengembalikan barang-barang milik Abu al-Ash yang telah diambil oleh pasukan muslim. Rasulullah SAW kemudian mengembalikannya dan Abu al-Ash pulang kembali ke Makkah.
Setelah sampai di Makkah dan mengembalikan barang-barang kepada pemiliknya, Abu al-Ash mengucapkan kalimat syahadat dan memproklamirkan keislamannya di depan orang-orang Makkah. Setelah itu dia pergi kembali ke Madinah.
Abu al-Ash datang menemui Rasulullah SAW dan menyatakan keislamannya. Setelah itu, ia meminang Zainab dan menikah kembali setelah berpisah lama.
Akhir Kisah Kehidupan Zainab binti Muhammad
Setelah satu tahun menikah kembali dengan Abu al-Ash, Zainab pun menghembuskan napas terakhir. Ia wafat karena luka cedera yang dialaminya ketika perjalanan hijrah ke Madinah. Kepulangan Zainab kepada Sang Pencipta tentu menorehkan luka bagi Rasulullah SAW, juga bagi suaminya, Abu al-Ash.
Itulah sedikit catatan tentang lika-liku kehidupan dan kisah cinta beda agama putri Nabi SAW, Zainab binti Muhammad dengan Abu al-Ash. Semoga tulisan singkat ini bisa memberikan pelajaran bagi siapa saja yang membacanya.
✦✦✦
Sumber:
Muhammad al
Quthb, 36 Perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah Saw, 2016.
Muhammad Hanif Abdul Majid, Enam Wanita Teladan, 2024.
Shafiyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyyah, 2021.

0 Comments